Telinga kita pasti akrab dengan istilah pengemis atau peminta-peminta. Ketika mendengar itu maka akan langsung terbayang sosok lusuh dipinggir jalan. Yang berdiri atau duduk bersimpuh sambil mengadahkan tangan kepada setiap orang yang lewat.
Kalau melihat pengemis secara bahasa maka istilah pengemis ini sangat menarik. Kita akan dibuat bingung memikirkan darimana asal mula istilah pengemis. Apa kata dasarnya menurut Bahasa Indonesia? Apakah pengemis berasal dari kata dasar kemis, ngemis, emis atau apa ?
Dan dalam kamus Bahasa Indonesia ternyata maka kata dasar pengemis itu tak ada. Lantas apa pengertian dari pengemis?
Untuk mengetahui apa arti mengemis bisa meninjaunyanya dari segi sejarah pembentukan istilahnya.
Istilah pengemis ternyata muncul sejak zaman kerajaan Kerajaan Surakarta Hadiningrat di pimpin oleh seorang Raja bernama Paku Buwono X. Saat itu Paku Buwono X dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan dan mengasihi rakyatnya.
Salah satu bukti kedermawanannya adalah ia selalu memberikan sedekah setiap hari Kamis sore menjelang Jumat. Biasanya pada hari Kamis tersebut Raja Paku Buwono keluar dari Istananya untuk melihat-lihat keadaan rakyatnya, dari istana menuju Masjid Agung.
Perjalanan dari gerbang Istana menuju Masjid Agung tersebut ditempuh dengan berjalan kaki yang tentunya melewati alun-alun lor (alun-alun utara). Sambil berjalan kaki Raja Pakubuwono biasanya diiringi para pengawal sang raja.
Kecintaan rakyat membuat sepanjang jalan dipenuhi oleh rakyat sembari menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan kepada sang pemimpinnya.
Pada saat itulah setiap hari Kamis sang Raja membagikan sedekah. Sedekah yang langsung diberikan kepada rakyatnya berupa uang tanpa ada satupun yang terlewatkan. Entah sejak kapan kebiasaan Raja dimulai mungkin juga warisan para penguasa sebelumnya (sebelum Paku Buwono X).
Nah kebiasaan bersedekah Raja pada setiap hari Kamis ( Kemis dalam Bahasa Jawa) ternyata melahirkan sebuah istilah pengemis. Yaitu orang-orang yang sengaja datang dan berkumpul pada hari Kamis menyambut Raja untuk menerima berkah dari Sang Raja.
Dari kisah itu bisa dlihat betapa mulianya hati Sang Raja. Padahal biasanya rakyat cukup senang bisa melihat dan bertemu langsung Rajanya. Tapi Raja Pakubuwono X ini malah sengaja datang menemui rakyatnya hanya untuk bersedekah dan memberi bantuan.
Dibalik itu muncul pertanyaan, mengapa Sang Raja mengkhususkan bersedekah pada hari Kamis. pendapat berikut mungkin jawabannya,
Imam Az-Zarqani dalam Syarh al-Muwatha mengatakan: "Hari senin dan kamis memiliki keutamaan yang tidak ada pada hari-hari lain, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada kedua hari tersebut dan menganjurkan untuk berpuasa, bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menjaga puasa pada kedua hari tersebut”.
Disebutkan dalam At-Tanwir Syarh al-Jami’ ash-Shaghir karya Muhammad bin Ismai’il Ash-Shan’ani (w.1182 H), “Dianjurkan berpuasa pada kedua hari ini. Selain itu dianjurkan pula memperbanyak amal shaleh. Karena alasan pengangkatan amal-amal shaleh menyiratkan (anjuran) memperbanyak amal shaleh pada kedua hari ini”.
Imam al-Ghazali berkata dalam Ihya Ulumiddin, “Adapun (waktu yang utama) dalam sepekan adalah hari Senin, Kamis, dan Jum’at. Inilah hari-hari yang utama, sehingga dianjurkan berpuasa (Senin dan kamis) dan memperbanyak kebaikan karena pahalanya dilipatgandakan oleh keberkahan waktu-waktu tersebut”.
Maka seyogyanya pada hari ini (Senin dan Kamis) selain berpuasa seseorang memperbanyak amal shaleh yang lain seperti dzikir, sedekah, dan ibadah-ibadah sunnah, karena hari ini merupakan hari yang utama dan hari dimana amal shaleh diangkat kepada Allah.